Petilasan yang
terbentuk pada periode Islam ini berada di Dusun Wonosari, Desa
Jurangjero, Kecamatan Ngawen. Data dari sejarah diketahui bahwa Gunung
Gambar merupakan tempat bertapa Raden Mas Said/Pangeran Samber Nyowo
yang kemudian bergelar KGPAA Mangkunegara I. Pada hari tertentu banyak
orang yang ziarah ke Gunung Gambar, terutama pada waktu tirakatan
menjelang Upacara Sadranan, banyak di padati oleh orang-orang yang
datang untuk memohon sesuatu.
Tempat ini secara landscape cukup unik dan indah dengan jalanan yang menanjak dan berliku-liku, sayang akses jalan menuju obyek ini rusak cukup parah. Dari puncak gunung ini pengunjung bisa melihat rawa Jombor di Klaten serta genangan waduk Gajah Mungkur di kejauhan. Pada malam hari tidak jarang orang juga datang ke tempat ini untuk menyaksikan gemerlap Klaten dan Solo. Tempat ini sempat diperebutkan antara pemerintah Jateng Dan DIY.
Tempat ini secara landscape cukup unik dan indah dengan jalanan yang menanjak dan berliku-liku, sayang akses jalan menuju obyek ini rusak cukup parah. Dari puncak gunung ini pengunjung bisa melihat rawa Jombor di Klaten serta genangan waduk Gajah Mungkur di kejauhan. Pada malam hari tidak jarang orang juga datang ke tempat ini untuk menyaksikan gemerlap Klaten dan Solo. Tempat ini sempat diperebutkan antara pemerintah Jateng Dan DIY.
Kembang
Lampir merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan yang terletak di Desa
Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat
ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika
mencari wahyu karaton Mataram. Ki Ageng Pemanahan
merupakan keturunan Brawijaya V dari kerajaan Majapahit.
Dalam bertapa itu akhirnya ia mendapat petunjuk dari
Sunan Kalijaga bahwa wahyu karaton berada di Dusun Giring,
Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul. Untuk itu ia diperintahkan
oleh Sunan Kalijaga untuk cepat-cepat pergi ke sana.
Sampai di Sodo ia singgah ke rumah kerabatnya, Ki Ageng
Giring.
Diceritakan bahwa di tempat
itu Ki Ageng Giring dan Pemanahan "berebut" wahyu
karaton yang disimbolkan dalam bentuk degan (kelapa muda).
Barangsiapa meminum air degan itu sampai habis, maka anak keturunannya
akan menjadi raja Tanah Jawa. Konon degan tersebut
merupakan simbol persetubuhan dengan seorang puteri.
Dalam perebutan wahyu tersebut Ki Ageng Pemanahan yang
berhasil memenangkannya.
Untuk dapat sampai ke
tempat pertapaan ini pengunjung harus melewati anak
tangga permanen yang telah dibangun. Adapun denah kompleks Kembang
Lampir berbentuk angka 9 (sembilan). Hal ini sebagai tanda
bahwa kompleks itu dibangun oleh Sri Sultan Hamengku
Buwana IX. Bangunan yang ada di sana antara lain :
Bangunan induk sebagai tempat penyimpanan pusaka "Wuwung
Gubug Mataram dan Songsong Ageng Tunggul Naga" serta dua
buah Bangsal Prabayeksa di kanan dan di kiri. Menurut
jurukunci, Surakso Puspito, sebagai penghormatan kepada para pepundhen
Mataram di kompleks itu juga dibangun beberapa patung
antara lain : Panembahan Senapati dan Ki Ageng Pemanahan,
serta Ki Juru Mertani.
Bangunan periode Islam ini
terletak di Dusun Watugajah Desa Girijati Kecamatan Purwaosari. Situs
ini seluas 13.200 meter persegi dan terletak di ketinggian 138 mdpl.
Memliki struktur bangunan berteras dan berbahan batu putih. Di dalam OV
(Oudheidkundige Verslag) tahun 1925 FDK Bosch menyebut bangunan ini
berasal dari abad XVI dan berdasar gaya arsitektur dan pilar-pilar yang
masih nampak bercorak Islam. Memasuki area candi, pengunjung akan
menemukan pepohonan rindang dan sawah yang luas menghijau sebagai
gerbang utama. Tepat di depan candi, terdapat punden berundak dan bila
berdiri disana dan memandang ke arah selatan akan terhampar pemandangan
sawah yang membelakangi laut dimana suara debur ombaknya masih bisa
terdengar bila diperhatikan dengan seksama.Bangunan pesanggrahan
Gembirowati ini berbentuk teras yang membujur ke arah barat - timur
dengan penyimpangan 20 derajat menghadap selatan. Arah bangunan ini
memang menghadap selatan, dimana tempat pemujaannya menghadap utara.
Tak bisa dipastikan apakah candi ini dibangun sebagai tempat memuja
Ratu Pantai Selatan, namun yang pasti candi ini juga merupakan tempat
pelarian bagi keturunan Prabu Brawijaya, raja terakhir Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar